Matahari
Saban pagi, di pinggir antara sadar dan bermimpi,
Ia selalu bergumam rendah:
“andai matahari punya mata,
Akankah mengintip akan jadi
kesukaannya?”
Ketika beranjak siang, di tepi
lapar dan keringat,
Ia bergumam lagi,
kali ini dengan nada dasar yang dinaikkan
setengah:
“andai matahari punya telinga,
akankah menguping membunuh penasarannya?”
Saat malam menghampiri, di tengah
kantuk dan pembaringan,
Ia setengah berbisik:
“andai matahari punya kuasa,
apakah malam bersama bulan dan bintang akan ditindas?”
Senyum di matanya langsung
menusuk dengan pisau yang mereka sebut silau.
Komentar
Posting Komentar